Minggu, 05 September 2010

PRODUCT LIABILITY (TANGUNG JAWAB PRODUK)


Hampir setiap hari kita mengkonsumsi makanan, minuman, pakaian, barang elektronik dan lain-lain. Hanya saja kadang kita jarang dan bahkan tidak terlalu memperhatikan apakah produk-produk tersebut telah memenuhi standar yang dipersyaratkan, mutu, kemasan, tidak cacat dan bahkan kita tidak mau tahu siapa yang memproduksi produk tersebut, namun kecenderungan hanya melihat mereknya saja. Sebagai konsumen, kepedulian dan kesadaran atas perlindungan hak haruslah dibangun, sehingga apabila produk yang kita gunakan tidak sesuai dengan standar tadi, maka kita dapat menuntut di depan hukum segala kerugian yang kita alami sebagai akibat mengkonsumsi/menggunakan produk tersebut.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU 8/1999”) memperkenalkan kembali suatu prinsip yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yaitu: tanggung jawab produk (product liability). Agnes M. Toar mengartikan tanggung jawab produk sebagai tangung jawab para produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran, yang menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada produk tersebut (Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit PT. Gransindo, Jakarta, 2000, halaman 65). Pasal 1491 jo 1504 KUH Perdata menyebutkan bahwa Penjual harus bertanggung jawab atas barang yang mempunyai cacat tersembunyi. Tanggung jawab produk tersebut hanya dibatasi pada tanggung jawab penjual atas cacat tersembunyi dalam barang yang diperdagangkan. Pembuat KUH Perdata sudah mengantisipasi kemungkinan penjual melakukan tindakan kebohongan mengenai produk yang diperdagangkannya, yang pembeli tidak mengetahui sewaktu membeli.

Sebagai perbandingan di Amerika, defenisi tanggung jawab produk (product liability). Dijabarkan sebagai berikut:

“Product liability is the legal responsibility of manufacturers and sellers to buyers, users and bystanders for damages or injuries suffered because of defects in goods. Product liability can occur at any point along the chain of production and distribution. In turn, the manufacturer, wholesaler and retailer all may be held responsible for injury caused by a product.”

(http://public.getlegal.com/legal-info-center/product-liability).



Sidarta dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen, Penerbit PT. Gransindo, Jakarta, 2000 mengemukakan dasar gugatan untuk tanggung jawab produk ini dapat dilakukan atas landasan adanya:

1. Pelanggaran jaminan (breach of warranty);

Pelanggaran jaminan berkaitan dengan jaminan pelaku usaha (khususnya produsen), bahwa barang yang dihasilkan atau dijual tidak mengandung cacat. Pengertian cacat bisa terjadi dalam konstruksi barang (construction defect), desain (design defect), dan/atau pelabelan (labeling defect).



2. Kelalaian (negligence);

Kelalaian bila si pelaku usaha yang digugat itu gagal menunjukkan, ia cukup berhati-hati (reasonable care) dalam membuat, menyimpan, mengawasi, memperbaiki, memasang label, atau mendistribusikan suatu barang.



3. Tanggung jawab mutlak (strict liability).

Sebagaimana dikutip pendapat Menurut R.C. Hoeber yang mengatakan biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan (1) konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, (2) diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu ada gugatan atas kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, (3) asas ini dapat memaksa produsen lebih hati-hati.

Secara tegas Pasal 8 UU 8/1999 mengatur perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (produsen), antara lain:

1. melarang pelaku usaha (produsen) memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;

c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;

d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;

g. tidak mengikuti keterangan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;

h. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat samping, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;

i. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud;

3. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

Pelaku usaha yang melakukan tindakan-tindakan tersebut di atas bertanggung jawab, berdasarkan Pasal 19 ayat (1) UU 8/1999, memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.

Selain ganti rugi di atas, sanksi pidana dapat dikenakan terhadap pelaku usaha (produsen) dan/atau pengurusnya dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak sebesar Rp.2.000.000.000,00 (dua milyar Rupiah) (Pasal 61 jo 62 UU 8/1999).

1 komentar: